Minggu, 20 November 2011

METODE PENELITIAN KUALITATIF



METODE PENELITIAN KUALITATIF
                
SOAL :
1.     Uraikan secara rinci dan jelas peranan dan pengertian ‘landasan teori’ dalam suatu proposal penelitian!
2.     Uraikan secara jelas pengertian dan peranan tinjauan pustaka dalam suatu penelitian kualitatif bidang agama-filsafat!
3.     Buatlah suatu judul penelitian (yang berbeda dengan makalah yang dikumpulkan), jelaskan objek formal dan material filsafat-agama serta tahab berikutnya rumuskanlah suatu latar belakang dan masalah penelitian.
4.     Uraikan secara singkat hubungan judul penelitian, masalah penelitian dan tujuan penelitian dalam penelitian kualitatif!
5.     Uraikan secara singkat kedudukan dan langkah metode heuristik dalam penelitian filsafat-agama! Beri contoh dalam uraian saudara!
6.     Uraikan secara singkat tentang teknik pengumpulan data dengan observasi, interview dan dokumen pada peelitian kualitatif lapangan bidang filsafat-agama, beri contoh dalam uraian saudara!
7.     Bagaimana teknik sampling dalam penelitian kualitatif bidang agama-filsafat, dan bagaimana peranan hipotesis?
8.     Bagaimana peranan discovery dalam penelitian kualitatif bidang agama-filsafat, untuk tingkat disertasi?
9.     Buatlah suatu uraian singkat tentang teknik pengumpulan data pada penelitian kepustakaan, pada penelitian kualitatif bidang agama-filsafat!
10.  Uraikan secara singkat tentang langkah metode analisis data pada penelitian kepustakaan dan lapangan, dan metode apa saja yang relevan untuk diterapkan!




JAWABAN :
1.     Landasan Teori dalam proposal penelitian
a.      Pengertian landasan teori dalam suatu proposal.
Landasan teori adalah dasar-dasar operasional penelitian. Dalam penelitian kualitatif bidang agama interdisipliner, landasan teori ini juga merupakan suatu uraian yang sifatnya kualitatif. Hal ini berarti landasan teori dalam penelitian kualitatif agama interdisipler merupakan uraian verbal, yang memberikan dasar-dasar bagi pemecahan masalah penelitian. Dalam penelitian agama, landasan teori ini dapat pula merupakan landasan pemecahan masalah penelitian yang sifatnya deskreptif kualitatif. Artinya landasan teori dalam hal ini bukan harus bersifat teknis dan matematis, sebagaimana terdapat dalam penelitian kuantitatif positivistik, melainkan dapat juga pendapat atau pemikiran dari para tokoh, filsuf atau pakar lainnya.
b.     Peranan landasan teori dalam suatu proposal, antara lain : (1) memberikan landasan bagi realisasi pelaksanaan penelitian; (2) sebagai dasar strategi dalam pelaksanaan penelitian; (3) Secara epistemologis landasan teori adalah sebagai tuntunan dalam memecahkan masalah penelitian.

2.     Tinjauan Pustaka dalam penelitian bidang agama-filsafat.
a.      Pengertian Tinjauan Pustaka adalah  ‘body of knowledge’ dari penelitian. Tinjauan pustaka merupakan bagian dari suatu proposal yang bersifat sentral.
b.     Peranan Tinjauan Pustaka adalah untuk mengetahui secara jelas tentang penelitian yang akan dilaksanakan, baik menyangkut masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta cara penelitian yang akan dilaksanakan.

3.     Judul : Pembaruan Hukum Islam di  Indonesia
             Dalam Pemikiran Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Objek Formal   : Hukum Islam
Objek Material : Pemikiran Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

A.    Latar Belakang Masalah

Di antara persoalan mendasar yang dihadapi oleh umat Islam era global adalah bagaimana mempertemukan hukum Islam dengan modernitas dan tradisi lokal. Hal ini yang telah menjadi perdebatan dan kontroversi panjang sampai saat ini. Pertemuan nilai wahyu ketuhanan dengan nilai-nilai empiris kemanusiaan, pada satu sisi memang jelas dapat membawa kemajuan dan kemudahan bagi umat manusia, namun di sisi lainnya dapat pula menimbulkan persoalan baru yang cukup krusial.
Ketegangan antara hukum Islam dengan persoalan kemoderenan, misalnya adalah dengan demokrasi, HAM, Pluralisme, dan gender.  Dihadapkan pada persoalan ini, sebagian umat Islam mengharamkan gagasan-gagasan modern tersebut dengan alasan tidak ada dasarnya dalam Islam, dianggap asing dan lebih banyak membawa keburukan. Sedangkan sebagian umat Islam lainnya mendukung penuh modernitas tersebut, baik substansi maupun bentuk dan prakteknya. Sementara di sisi lainnya, masih ada pula umat Islam yang belum memiliki sikap jelas atau lebih memilih sikap diam.
Pertemuan hukum Islam dengan budaya lokal juga merupakan aspek lain yang problematis dan perlu dirumuskan konsep solusinya. Sebenarnya tujuan  integrasi hukum Islam dengan budaya lokal adalah agar Islam mudah diterima secara terbuka tanpa mengorbankan nilai-nilai dasar budaya masyarakat setempat.  Hal itu juga telah dilakukan oleh para walisongo dalam menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.  Para wali itu berusaha menyampaikan ajaran agama dengan menggunakan budaya lokal.  Sehingga Islam di pulau Jawa mempunyai corak yang unik dan berbeda dengan Islam di Arab.  Meski demikian, bukan berarti nilai-nilai dasar Islam itu telah hilang dari keislaman orang Jawa. Hal itu juga tidak berarti bahwa Islam orang Jawa telah menyimpang atau sesat dari Islam. Yang terjadi justru sebaliknya.  Praktik-praktik ritual kerap kali dilakukan oleh masyarakat Jawa.  Sebagai contoh peringatan pada tanggal 1 Muharram yang diperingati dengan berbagai cara.  Akan tetapi hal itu tidaklah mempengaruhi nilai-nilai subtantif dari ajaran Islam itu sendiri.
Islam sebagai agama  mengharuskan  struktur masyarakat untuk mengikuti ajaran-ajaran  yang berasal dari wahyu. Olek karena struktur masyarakat itu sendiri  memiliki perbedaan yang komplek pada level lokal, maka ajaran universal agama (Islam) sering mengalami ketegangan dengan norma budaya di masyarakat, seperti pemberantasan bid’ah oleh Muslim radikal; dan penghancuran tempat-tempat keramat, kuburan wali atau penghapusan seni budaya lama yang dianggap berbau syirik, seperti melarang sesajen ke laut, dan memelihara benda-benda pusaka.
Untuk menyelesaikan ketegangan dan menemukan bentuk ideal hukum Islam yang akomodatif dengan modernitas serta budaya lokal ini, maka banyak tawaran konsep dikemukakan para tokoh. Di antara konsep yang layak diperhatikan adalah gagasan yang ditawarkan oleh cendekiawan Indonesia bernama Abdurrahman Wahid atau Gusdur. Untuk mengatasi ketegangan ini, Gus Dur menawarkan sebuah konsep pembaharuan (pribumisasi Islam) yang bisa melarai sebuah ketegangan tadi, termasuk dalam setiap ketetapan  hukum yang akan disajikan di hadapan masyarakat tidak lagi kaku dan harus tetap membumi. Dengan demikian hukum Islam itu menjadi hukum Islam yang aktual pada masa ini sebagaimana aktualnya hukum Islam pada masa  mujtahid era klasik.
Selanjutnya dalam pandangan Gus Dur sendiri Islam bukanlah merupakan suatu yang statis, dan ajarannya bukan sesuatu yang sekali jadi sehingga tidak butuh reformulasi maupun reaplikasi.  Dengan kata lain, watak khas hukum Islam ialah selalu perlu diterjemahkan secara kontekstual.  Oleh karena itu, ketika konteks sosial/historis berubah maka aplikasi prinsip-prinsip eternal dari tubuh hukum itu pun perlu dirubah.[1]
Atas dasar pemikiran tersebut di atas beliau lalu melahirkan gagasan-gagasan baru dalam bidang Fiqh (hukum Islam). Gagasan Gus Dur yang paling populer ialah “Pribumisasi Islam”, seperti halnya kontekstualisasi yang dikembangkan oleh Cak Nur dalam menanggapi hukum Islam di Indonesia, dan Reaktualisasi Hukum Islam Indonesia oleh Munawir Sjadzali.  Gagasan Pribumisasi Islam beliau lahir pada tahun 1980-an. Beliau meminta agar wahyu Tuhan dipahami dengan mempertimbangkan faktor-faktotr konstekstual, termasuk kesadaran hukum dan rasa keadilannya.  Gagasan ini merupakan upaya “rekonsiliasi” Islam dengan kekuatan-kekuatan budaya setempat, agar budaya lokal tidak hilang.  Pribumisasi adalah kebutuhan bukan untuk menghindari budaya lokal.[2] Pribumisasi Islam harus tetap Islam.
Pribumisasi Islam dalam konsep Gus Dur meliputi antara lain : pertama,  membumikan ajaran-ajaran Islam dalam kontek keindonesiaan; kedua, menemukan formula keislaman  yang sesuai dengan konteks Indonesia; ketiga, bagaimana menemukan format nilai-nilai Islam yang berguna bagi kehidupan bangsa ini (pragmatis);  keempat, Menjabarkan Islam yang membumi dalam berbagai macam konteks dan kasus;[3] dan kelima sebagai upaya untuk mengokohkan kembali akar budaya kita, dengan tetap berusaha menciptakan masyarakat yang taat beragama.[4]   Gus Dur mencoba memposisikan Islam dan budaya lain dalam posisi dialogis.  Dalam hal ini Gus Dur menyatakan :
“... antara Islam dan paham pemikiran lain atau budaya lain berlangsung proses saling mengambil dan saling belajar. Konsekwensi logis dari keterbukaan seperti ini adalah keharusan untuk mendudukkan Islam hanya sebagai faktor penghubung antara berbagai budaya lokal.  Dalam melayani semua budaya lokal itu (akan) menumbuhkan universalitas pandangan baru tanpa tercabut dari akar kesejarahan masing-masing.”[5]
Dengan dasar pribumisasi maka Gus Dur menolak gerakan “Islamisasi”, “Arabisasi” atau “formalisasi ajaran Islam dalam ranah budaya”.  Sejak awal, Gus Dur tidak menjadikan Islam sebagai alternatif.  Konsekwensinya, segenap ajaran agama yang telah diserap oleh kultur lokal tetap dipertahankan dalam bingkai lokalitas tersebut.  Pada level ini, ia tidak setuju dengan pergantian sejumlah kosakata ke dalam bahasa Arab, seperti ulang tahun diganti dengan ‘milad’, selamat pagi diganti dengan ‘assalamu’alaikum’, ‘teman atau sahabat’ diganti dengan ‘ikhwan’, ‘sembahyang’ diganti dengan ‘shalat’.  Proses yang terakhir ini disebutnya ‘Islamisasi’ dan ‘Arabisasi’.[6] Perlu dipahamkan bahwa Islam bukan Arab, Islam adalah agama yang menyeluruh dalam budaya, sikap dan mentalitas.
Gagasan Pribumisasi tersebut merupakan salah satu pilihan sebuah metodologi keilmuan agama yang mampu menjembatani antara ajaran agama yang absolut, universal dan permanen dengan kebutuhan kebudayaan (masyarakat atau struktur masyarakat) yang selalu mengalami perubahan, bersifat lokal dan relatif. Karena itu Gus Dur berpendapat, umat Islam mau tidak mau harus melakukan ijtihad untuk merubah ketentuan fiqh yang sudah berabad-abad diikuti.  Dengan berpijak pada firman Allah dalam surat ar-Rahman ayat 26-27 yang berbunyi :
كل من عليها فان ويبقي وجه ربك  . . . . . . . . .

Artinya : “Semua yang ada di bumi itu akan binasa, dan tetap kekal Dzat Tuhanmu ...”
Gus Dur lalu merujuk pada ketentuan ushul fiqh yang berbunyi, ‘al-hukmu yaduru ma’a illatihi wujudan wa ‘adaman’ (hukum agama sepenuhnya tergantung kepada ada dan tidak adanya sebab-sebab,  dan kaidah fiqhiyah yang berbunyi ‘dar’u al-mafasid muqaddam ‘ala jalbi al-mashalih’ (menghindarkan kerusakan/kerugian diutamakan atas upaya membawakan keuntungan/kebaikan).[7]
Dari konsep pribumisasi Islam dan kaidah fiqh di atas, maka Gus Dur melontarkan beberapa pendapat tentang kasus-kasus dalam hukum Islam, mulai dari persoalan klasik seperti perbudakan, murtad dan riba sampai soal-soal modern seperti hukum Islam dan budaya lokal, HAM, Terorisme, Ekonomi, Demokrasi, negara Islam di dunia modern. Menurutnya pindah agama adalah hak bagi setiap orang, perbudakan tidak diakui oleh  Muslim mana pun, dan bunga bank yang diperoleh dari sebuah upaya produksi tidak disebut riba melainkan bagian dari ongkos produksi saja. Orientasi ekonomi haruslah  memperjuangkan nasib rakyat kecil serta kesejahteraan rakyat banyak, yang dalam teori ushul fiqh dinamakan ‘al-maslahah al-ammah’. Mekanisme yang digunakan untuk mencapai kesejahteraan itu tidaklah ditentukan format dan bentuknya. Oleh karena itu, acuan dan praktek perdagangan bebas dan efisiensi yang dibawakan  oleh sistem kapitalisme tidaklah bertentangan dengan Islam, karena Islam sendiri mengajarkan fastabiqu al-khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan).  Bahkan dalam persaingan dan perlombaan yang sehat, akan dihasilkan kreatifitas dan efesiensi yang justru menjadi inti dari praktek ekonomi yang sehat pula.  Jadi umat Islam bisa menerima pelaksanaan prinsip-prinsip Islam dalam orientasi dan mekanisme ekonomi kapitalistik tanpa harus memeluk kapitalisme itu sendiri. Yang ditentang oleh Islam adalah orientasi kapitalistik yang hanya mengutamakan pengusaha besar dan pemilik modal.[8] Pemikiran pembaharuan hukum Islam khas Indonesia  Gus Dur sangat menarik untuk dikaji dan diteliti lebih dalam  karena beliau senantiasa mampu memberikan solusi yang kondusif dan bisa memberikan solusi yang cukup relevan dengan  umat Islam Indonesia. Beliau adalah salah satu tokoh utama penganut pola pendekatan kultural dengan wawasan Islam dan wawasan kebangsaan yang dalam di samping beliau juga peduli akan keberadaan Islam yang dianut oleh mayoritas rakyat di bumi Indonesia,  Islam harus tetap eksis di bumi Indonesia tanpa harus membrangus dan menghilangkan budaya lokal yang telah ada sebelumnya.
Selain alasan yang telah disebut di atas penelitian ini memiliki sisi penting terutama dalam rangka merekontruksi pemikiran Gus Dur yang terkait dengan kajian hukum Islam ke dalam satu wacana yang utuh sebagai gagasan pembaharuan hukum Islam khas Indonesia. Sampai akhirnya memperoleh sebuah pemahaman yang konkrit dari macam-macam pendapat Gus Dur yang mencakup hampir dalam segala bidang kajian ilmu, baik sosial, politik, budaya, negara dan agama.  Sebuah harapan yang ingin dicapai  agar hasil penelitian ini dapat memperkaya pemikiran hukum Islam di Indonesia yang sangat dibutuhkan oleh umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Gus Dur adalah tokoh yang sangat berpengaruh di Indonesia.   Beliau mempunyai sebuah kelebihan, keunikan dalam berpikir, karyanya banyak diminati dan dijadikan rujukan dalam penulisan yang dilakukan oleh banyak ilmuan di  Indonesia. Adanya kelebihan dan kelemahan dari seorang Gus Dur mengharuskan untuk dilakukan penelitian secara kritis terhadap gagasan dan metodologi hukum Islam berbudaya lokal Indonesia yang dilahirkan.
Pemikiran Gus Dur tentang hukum Islam dan budaya lokal belum banyak terungkap dan dikaji secara utuh, bahkan hampir tidak ada.  Kalau pun ada, masih berserakan, berupa penggalan-penggalan, belum utuh dalam sebuah kontruksi pemikiran.
B.    Rumusan Masalah
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur telah menawarkan konsep pembaharuan hukum Islam yang akomodatif dengan perkembangan isu modernitas dan menghargai tradisi lokal. Konsep beliau tersebut penting diteliti dan difokuskan pada persoalan sbb: (1) Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pola pikir dan konsep Gus Dur dalam pembaharuan hukum Islam ? (2) Bagaimana posisi Gus Dur dalam dinamika pembaharuan hukum Islam di Indonesia tersebut ? (3) Apa implikasi Pemikiran Gus Dur tersebut terhadap pembaharuan hukum Islam di Indonesia?
4.     Hubungan antara judul, masalah dan tujuan penelitian dalam penelitian kualitatif.
Setiap penelitian senantiasa bertolak dari suatu masalah. Masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat tentatif, artinya boleh karena cakupannya kompleks, maka masalah dapat berkembang dan berubah tatkala dilakukan suatu penelitian. Hal ini disebabkan karena karakteristik paradigma penelitian kualitatif yang memiliki ciri kompleks dan holistik.
Dalam penelitian kualitatif akan terjadi tiga kemungkinan terhadap masalah : (1) masalah yang dibawa oleh peneliti tetap sejak awal sampai akhir penelitian; (2) masalah yang dibawa oleh peneliti berkembang, yaitu memperluas atau memperdalam masalah yang telah disiapkan; (3) masalah yang dibawa oleh peneliti berubah, bahkan bersifat substansial, artinya peneliti harus melakukan perubahan terhadap masalah.
Judul sebuah penelitian muncul dari masalah. Jadi dalam penelitian kualitatif hubungan antara masalah, judul dan tujuan penelitian merupakan hubungan yang saling berkaitan, logis, relevan dan sejalan. Jika masalah tetap maka judul dan tujuan penelitian juga tetap dari awal sampai akhir penelitian. Sebaliknya jika masalah berubah maka judul dan tujuan penelitian pun harus berubah sesuai dengan perubahan masalah penelitian. Sehingga dapat dikatakan bahwa judul dan tujuan penelitian selalu mengikuti masalah karena judul dan tujuan penelitian harus relevan dengan masalah. Demikian juga jika  terjadi pengembangan masalah itu menyangkut judul penelitian maka judul penelitian pun harus disempurnakan.

5.     Kedudukan dan langkah-langkah metode heuristik dalam penelitian filsafat-agama.
a.      Kedudukan metode heuristik dalam penelitian filsafat-agama adalah untuk menemukan dan mengembangkan metode baru dalam suatu ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dalam penelitian filsafat-agama harus dikembangkan ke arah context of discovery. Konsekuensinya dalam penelitian kualitatif harus mengembangkan prosedur tersebut, terutama dalam hubungannya dengan model penelitian critique of the science. Sedangkan dalam hubungannya dengan penelitian agama interdisipliner, penerapan metode heuristik ini tidaklah harus diartikan penemuan teori ilmiah, melainkan suatu pemikiran baru, suatu inovasi baru pemikiran keagamaan.
b.     Langkah-langkah metode heuristik : (1) Deskripsi context of justification ilmu,  mendeskripsikan sistem kerja metode ilmiah dalam ilmu. Dalam konteks ini sistem pembenaran, sistem norma dan kesahihan dalam ilmu senantiasa dibatasi oleh sistem metodologis dalam ilmu tersebut. Oleh karena itu heuristik berada di luar konteks metodologis ilmu, heuristik mengembangkan kepekaan akan konteks kerja ilmu; (2)  melakukan kritik terhadap paradigma ilmu atau pemikiran, dengan cara membuka kembali cakrawala dasar filosofisnya sampai pada tingkat ontologis. Kritik dilakukan harus pada tingkat dasar filosofis yaitu menyangkut hakikat objek material ilmu/pemikiran secara ontologis. Dalam hubungan seperti ini heuristik sudah keluar dari sistem metodis ilmu; (3) penemuan suatu jalan baru, jalan baru ini merupakan suatu proses discovery, sehingga heuristik tidak terikat oleh kaidah metodologis ilmu; (4)  pengembangan ke arah kreativitas, dalam penelitian agama interdisipliner aspek kreativitas dikembangkan dalam rangka menemukan suatu tinjauan kritis dan mengembangkan ke arah inovasi berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai. Model penelitian kualitatif agama interdisipliner, sudah dapat dipastikan bahwa, ilmu itu adalah value bound, yaitu senantiasa berkaitan dengan dimensi nilai.
c.      Contoh : Pembaruan pendidikan yang dilakukan oleh M. Fehullah Gulen seorang tokoh Islam asal Turki yang ingin menunjukkan wajah Islam yang penuh cinta dan toleran kepada masyarakat internasional. Ia berusaha untuk membantah anggapan maraknya tampilan Islam berwajah ekstrim dan menyeramkan, terutama setelah kejadian 11 September 2001 yang telah menghancurkan WTC kembar di Amerika Serikat. Gulen dan kelompoknya membangun sebuah gerakan Islam untuk menunjukkan bahwa Islam bukanlah seperti yang diasumsikan masyarakat Barat pada umumnya.
Pemikiran Gulen tersebut telah menerapkan prinsip heuristik yaitu melakukan analisis kritis terhadap pandangan yang salah terhadap Islam dan mengembangkan suatu inovasi baru melalui sistem pendidikan (Islami) bukan dengan doktrin dan sesuatu yang normatif melainkan dengan segitiga kerangka pikir, yaitu : religion, sains &sosial humanity dan interfaith dialogue, tolerance/nonviolent. Gulen memulai gerakannya dengan memberikan “tafsir baru” tentang agama (Islam). Ia menempatkan agama sebagai kepentingan dan urusan individu yang tidak ada hubungannya dengan urusan negara.

6.     Teknik pengumpulan data dengan observasi, interview dan dokumen pada penelitian kualitatif.
a.      Teknik pengumpulan data dengan observasi
Dalam penelitian kualitatif observasi pada prinsipnya adalah pengamatan terhadap ‘natural setting’. Dengan demikian maka pengertian observasi dalam pengertian kualitatif secara esensial adalah pengamatan langsung terhadap objek untuk mengetahui keberadaan objek, situasi, kondisi, konteks, ruang beserta maknanya dalam upaya pengumpulan data penelitian. Jadi melalui observasi peneliti belajar tentang prilaku dan makna dari prilaku tersebut. Sanafiah Faisal membedakan observasi pada : (1) observasi partisipatif, peneliti bertindak sebagai instrumen kunci. Observasi ini merupakan seperangkat strategi dalam penelitian yang tujuannya adalah untuk mendapatkan data yang lengkap. Hal ini dilakukan dengan mengembangkan keakraban yang dekat dan mendalam dengan satu kelompok orang dan prilaku mereka melalui suatu keterlibatan yang intensif dengan orang di lingkungan alamiah mereka. Dalam penelitian ini peneliti menetapkan sejumlah tujuan dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari objek yang sedang ditelitinya. Jadi dalam observasi ini peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan secara cermat sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka melalui penggunaan waktu dan catatan observasi untuk menjelaskan apa yang terjadi secara sistematis; (2) observasi terus terang atau tersamar, peneliti menyatakan terus terang kepada  sumber data (masyarakat yang ditelitinya), bahwa peneliti sedang melakukan observasi dalam penelitian. Jadi mereka yang diteliti sebagai nara sumber mengetahui bahwa mereka sedang diteliti dari sejak awal sampai akhir penelitian. Namun pada suatu saat  ada kemungkinan peneliti tidak terus terang atau tersamar dalam melakukan observasi. Hal ini dilakukan jikalau dalam observasi suatu  data yang dicari merupakan data yang dirahasiakan; (3) observasi tak berstruktur, observasi ini dilakukan dalam penelitian kualitatif yang belum ditentukan secara jelas fokus penelitiannya. Dalam pelaksanaan observasi dimungkinkan fokus penelitian akan berkembang berdasarkan temuan-temuan fakta dalam observasi di lapangan. Observasi ini tidak dipersiapkan  secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Contoh : peneliti melakukan observasi kepada para ulama di daerah Jombang Jawa Timur untuk memperoleh data tentang perspektif ulama tentang adanya ‘Perkawinan Sejenis’. Maka peneliti harus mengadakan pendekatan dan membina keakraban dengan para ulama untuk mengetahui bagaimana pandangan mereka tentang adanya  perkawinan sejenis tersebut beserta alasan-alasan yang mereka pergunakan sebagai dalilnya.   
b.     Teknik pengumpulan data dengan interview
Untuk mengetahui persepsi hidup serta prinsip hidup orang lain kita harus berkomunikasi dengan orang tersebut melaui wawancara karena persepsi kita tentang dunia sekitar tidak akan sama dengan orang lain. Dengan melakukan wawancara kita dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan responden, kemudian kita mengolah pandangan yang mungkin berbeda itu. teknik wawancara dapat membantu peneliti mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Macam-macam wawancara : (1) wawancara takterstruktur, dalam penelitian kualitatif pada awalnya peneliti belum mengetahui secara pasti, data apa yang akan diperoleh. Sehingga peneliti lebih bersifat mendengarkan apa yang akan diceritakan oleh responden; (2) wawancara terstruktur, hal ini bisa dilakukan setelah peneliti memperoleh sejumlah keterangan. Peneliti telah mengatahui tentang informasi apa yang akan dikumpulkan dari informan. Dalam wawancara ini peneliti telah menyiapkan instrumen penelitian yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang secara terstruktur dan sistematis telah diarahkan pada suatu tujuan, yaitu jawaban dari responden yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini peneliti dapat juga melakukan wawancara dengan mengajukan suatu pertanyaan yang terstruktur secara tertulis. Selain menggunakan instrumen sebagai pedoman untuk wawancara, maka peneliti dapat juga menggunakan alat bantu seperti tape recorder, brosur, gambar dan material lainnya yang dapat membantu pelaksanaan wawancara; (3) wawancara semiterstruktur, tipe ini dipilih dan digunakan peneliti dengan tujuan agar peneliti dapat menggali permasalahan secara terbuka sebab dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Responden diminta pendapatnya dan ide-idenya agar memperoleh informasi yang lebih terbuka dan luas. Pada tahab berikutnya peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Contoh teknik wawancara yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui perspektif masyarakat tentang ‘poligami’. Dalam hal ini peneliti harus benar-benar mendengarkan secara cermat apa yang dikemukakan masyarakat sebagai responten, mengolah dan mencatat dari pendapat yang dikemukakan oleh masing-masing responden tentang poligami.
c.      Teknik pengumpulan data dengan dokumen.
Dalam penelitian kualitatif agar mendapatkan data yang optimal dan benar-benar menemukan data sebagai mana terkandung dalam natural setting, maka selain teknik pengumpulan data dengan observasi dan interview, maka dapat dilengkapi dengan teknik pengumpulan data dengan dokumen. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah lalu dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari seseorang. Jadi dokumen merupakan sumber informasi yang bukan manusia. Dokumen digunakan dalam penelitian sebagai sumber data sekunder manakala dokumen tersebut memiliki nilai epistemologis, dalam arti relevan digunakan sebagai sumber data. Kegunaan dokumen dapat dilihat sebagai : epistemis values, functional values, conditional values, dan sosial values. Berdasarkan fungsi dokumen tersebut maka yang pertama-tama harus diverivikasi oleh peneliti adalah otentisitas dokumen tersebut dalam hubungannya sebagai sumber informasi data yang bersifat skunder. Contoh suatu dokumen tertulis tentang sejarah masuknya dan berkembangnya Islam di Lampung, tokoh pembawa Islam di lampung, daerah yang pertama mendapat syiar Islam di Lampung, metode yang digunakan dan perkembangan dakwah Islam di Lampung.
7.     Teknik sampling dan peranan hipotesis dalam penelitian kualitatif bidang agama-filsafat.
a.      Teknik sampling dalam penelitian kualitatif bidang agama-filsafat
Berdasarkan objek material penelitian kualitatif yang sifatnya kompleks, ganda dan holistik tidak digunakan konsep populasi dan sample, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang hasilnya tidak akan mewakili kebenaran populasi, akan tetapi ditransferkan pada situasi sosial, budaya, keagamaan yang lain yang memiliki kemiripan dengan situasi sosial, budaya, keagamaan yang sedang diteliti. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, melainkan sebagai nara sumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif juga bukan sebagai sampel statistik, melainkan sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menemukan teori, bukan membuktikan teori. Secara epistemologi dalam penelitian kualitatif tidak melakukan proses generalisasi, melainkan mengungkap dan mendeskripsikan makna yang terkandung dalam objek penelitian. Jadi populasi maupun sampel dalam penelitian kualitatif lebih tetap disebut sebagai sumber data, pada situasi sosial/budaya/keagamaan tertentu, sehingga di dalamnya terkandung objek material penelitian, baik berupa benda, orang maupun nilai.
Dalam penelitian kualitatif lebih tepat menggunakan sistem nonprobability sampling, karena dalam penelitian kualitatif ukuran populasi tidak dapat ditentukan secara matematis, infinite population atau populasi tak terhingga. Oleh karena itu sampelnya tidak dapat ditentukan secara matematis. Sampelnya adalah semua orang, dokumen dan peristiwa-peristiwa, atau suatu keadaan budaya serta agama yang ditetapkan oleh peneliti untuk diobservasi, diteliti, diwawancarai sebagai sumber informasi yang dianggap ada hubungannya dengan masalah penelitian. Jadi penentuan sampel dalam penelitian kualitatif  lebih tepat jika didasarkan  pada tujuan atau masalah penelitian, yang menggunakan pertimbangan-pertimbangan dari peneliti itu sendiri. Hal itu dilakukan dalam rangka untuk memperoleh ketepatan dan kecukupan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan atau masalah penelitian yang dikaji.
b.     Peranan hipotesis dalam penelitian kualitatif adalah untuk membuktikan tujuan penelitian (bahasa hypotesis menunjukkan bahwa kita belum sampai kepada bukti) : (1) hipotesis di sini sangat terkait dengan teori, jika sebuah penelitian itu tidak dapat membuktikan teori maka hipotesis nol; (2) sebaliknya apabila hipotesis melahirkan atau membuktikan teori artinya ada korelasi.
8.     Peranan discovery dalam penelitian kualitatif bidang agama-filsafat untuk tingkat disertasi.
Dalam penelitian kualitatif termasuk penelitian agama interdisipliner untuk tingkat disertasi, context of discovery sangat berperan dalam rangka  mengembangkan pemikiran-pemikiran secara dinamis, menemukan kritik, pemikiran baru, suatu inovasi baru pemikiran keagamaan atau teori-teori baru sebagai temuan dalam penulisan sebuah disertasi.

9.     Teknik pengumpulan data pada penelitian kepustakaan pada penelitian kualitatif bidang keagamaan.
Dalam proses pengumpulan data peneliti akan menghadapi sejumlah besar sumber-sumber data yang berupa buku kepustakaan yang akan diteliti dan diinventarisasikan sebagai data penelitian. Pertama-tama yang harus dilakukan oleh peneliti adalah menentukan lokasi-lokasi sumber data, antara lain perpustakaan, pusat penelitian, serta pusat-pusat studi. Setelah menentukan lokasi sumber data, mulailah melakukan pengumpulan data.
Dalam proses pengumpulan data tersebut, kegiatan utama peneliti adalah membaca dan mencatat informasi yang terkandung dalam data dalam rangka untuk memberikan peta penelitian yang telah dibimbing oleh dugaan atau keterangan sementara. Misalnya unsur data apa yang pertama kali harus dikumpulkan, sehingga dalam proses membaca peneliti diarahkan pada kegiatan tersebut.
Tahab pertama dalam membaca dilakukan pada taraf simbolik, artinya tidak perlu dilakukan secara menyeluruh terlebih dahulu, melainkan menangkap sinopsis dari isi buku, bab yang menyusunnya, sub bab sampai pada bagian terkecil dalam buku. Caranya adalah dengan membaca judul buku dan daftar isinya.
Setiap inti dari hasil membaca dituliskan dalam  kartu data, dan secara sistematis kartu-kartu data diberikan kode sesuai dengan peta dan kategori penelitian yang dilakukan. Sehingga setiap kategori data dalam penelitian tersusun dalam suatu sistem untuk memudahkan pengolahan data.
Tahab kedua dalam pengumpulan data, peneliti melaksanakan kegiatan membaca pada tingkat semantik, artinya peneliti mengumpulkan data dengan membaca lebih terinci, terurai dan menangkap esensi dari data tersebut. Hal ini memerlukan ketekunan dan kerja dengan waktu yang cukup lama.
Dalam proses membaca pada pengumpulan data ini setiap membaca pada poin-poin sumber data, atau setiap kategori data senantiasa sekaligus dilakukan proses analisis.  Dalam proses anaisis peneliti harus mampu menangkap inti setiap kategori data yang dikumpulkan. Analisis pada taraf ini masih bersifat parsial, artinya menyangkut setiap kategori data, belum melakukan analisis dalam hubngannya dengan kategori-kategori data lainnya. Pada tahab ini peneliti seharusnya mendahulukan data-data yang berkaitan dengan data primer, jika sudah dianggap cukup barulah melakukan pengumpulan data pada sumber data skunder, yaitu yang berhubungan dengan objek formal serta pengkayaan dalam rangka penyusunan laporan penelitian.
Setelah dilakukan kegiatan membaca secara semantik kemudian untuk setiap kategori data, bahkan setiap sub kategori data seharusnya segera dicatat dalam kartu-kartu data. Dengan cara : (1) mencatat data secara quotasi, mencatat data dari sumber data dengan mengutip secara langsung, tanpa mengubah sepatah kata pun dari sumber data (penulis). Data seperti ini lazimnya menyangkut terminologi yang sifatnya strategis, atau bahkan yang esensial; (2) mencatat secara paraphrase, menangkap keseluruhan inti sari data kemudian mencatatkan pada kartu data, dengan menggunakan kalimat atau kata-kata yang disusun oleh peneliti sendiri; (3) mencatat secara sinoptik, dilakukan dengan cara membuat ikhtisar atau summary. Setelah peneliti membaca bagian atau sub bagian data kategori tertentu, kemudian peneliti membuat suatu ringkasan atau sinopsis; (4) mencatat secara precis, sebagai kelanjutan dari pencatatan secara sinoptik. Setelah melakukan pengumpulan data dengan proses pencatatan sinopsis, peneliti akan menghadapi hasil pengumpulan dengan jumlah yang sangat besar. Oleh karena itu selain peneliti mengelompokkan berdasarkan kategori-kategorinya, peneliti kemudian membuat ringkasan lebih lanjut dari sinopsis-sinopsis pada setiap kategori data, misalnya, unsur nilai agama, nilai budaya, epistemologi, aksiologi, etika, dan unsur-unsur lainnya.

10.  Langkah metode analisis data pada penelitian kepustakaan dan lapangan serta metode-metode yang relevan untuk diterapkan.
a.      Dalam penelitian kualitatif kepustakaan analisis data dilakukan pada waktu proses pengumpulan data.   Setelah proses pengumpulan data, kemudian dilakukan proses analisis data secara menyeluruh karena data yang telah terkumpul belum ditemukan konstruksi teoretisnya sehingga belum mampu menjawab permasalahan dan tujuan penelitian.
Menurut Patton (1980), pengertian analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Selain itu peneliti juga melakukan suatu interpretasi dan penafsiran terhadap proses analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan di antara unsur satu dengan lainnya dan kemudian merumuskan konstruksi teoretisnya. Proses analisis data : (1) reduksi data, laporan-laporan yang berupa data yang telah terkumpul kemudian dilakukan proses reduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok difokuskan pada hal-hal yang penting sesuai dengan pola dan peta penelitian. Data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, dan juga akan mempermudah peneliti untuk mencari data kembali jika memang dirasakan masih belum mencukupi. Dengan demikian akan memudahkan peneliti untuk mengarahkan hasil analisis data ke arah konstruksi teoretis, yaitu suatu pola bangunan teoretis sebagai hasil pengamatan data sebagaimana terkandung dalam masalah dan tujuan penelitian; (2) klasifikasi data, mengelompokkan data-data berdasarkan ciri khas masing-masing berdasarkan objek formal penelitian. Klasifikasi diarahkan kepada tujuan penelitian, sehingga dalam prosesnya harus disisihkan data-data yang kurang relevan serta data-data yang memiliki hubungan dengan tujuan penelitian; (3) display data, membuat kategorisasi, mengelompokkan kepada kategori-kategori tertentu, membuat klasifikasi dan menyusunnya dalam suatu sistem sesuai dengan peta masalah penelitian. Proses ini merupakan proses yang sistematis untuk menuju pada proses konstruksi teoretis, karena dengan dilakukan proses ini, maka dapat diketahui hubungan antara unsur satu dengan lainnya.
b.     Analisa data kualitatif penelitian lapangan
Dalam penelitian kualitatif proses analisa data dilakukan sejak pengumpulan data.  Pada penelitian kualitatif data yang terkumpul banyak sekali dan berupa deskrisi serta catatan lapangan. Oleh karena itu pada tingkatan analisis ini data perlu disusun ke dalam pola tertentu, kategori tertentu, tema tertentu atau pokok permasalahan tertentu. Jadi setiap catatan harian yang dihasilkan dalam pengumpulan data, apakah hasil wawancara atau hasil observasi, perlu direduksi dan dimasukkan ke dalam satu pola, kategori,fokus atau tema tertentu yang sesuai. Hasil reduksi tersebut perlu di “display” secara tertentu untuk masing-masing pola, kategori, fokus atau tema yang hendak difahami dan dimengerti permasalahannya. Baru akhirnya peneliti dapat mengambil kesimpulan-kesimpilan.
c.      Metode yang relevan dalam analisa data : (1) metode verstehen (pemahaman); (2) metode interpretasi; (3) metode analitika bahasa; (4) metode historis; (5) metode hermeneutika; (6) metode komparatif; (7) metode induktif; dan (8) metode heuristik.









[1] Daman, www. Memancar. Logspot. Com
[2] Gus Dur, Islamku Islam Anda Islam Kita : Agama Masyarakat Negara Demokrasi, Cet. II,  (Jakarta : The Wahid Institute, 2006), h. xvii
[3] Gus Dur Dalam Sorotan Cendikiawan Muhammadiyah, ed. Rohim Ghazali, Cet I, (Bandung : Mizan,  1999), h.153
[4] Abdurrahman Wahid, 1989 “Pribumisasi Islam” dalam Muntaha Azhari dan Abdul Mun’in Saleh (ed), Islam Menatap Masa Depan, (Jakarta : P3M), h. 96
[5] Ibid, h. 92
[6] Ahmad Baso, 2006. NU Studies, Pergolakan Pemikiran Antara Fundamentalisme Islam dan Fundamentalisme Neo-Liberal, (Jakarta : Erlangga), h. 283
[7] Adagium ini merupakan salah satu dari lima adagium pokok dalam diskursus kaidah fiqih yaitu al-umur bimaqashidiha, al-yaqin la yuzal bi as-syak, al-dlarar yuzalu, al-masyaqqat tajlibu at-taisir dan dar’u al-mafasid muqaddam ‘ala jalbi al-mshalih.
[8] Gus Dur, Islamku …, h. xxiv